TUGAS 4 PEREKONOMIAN INDONESIA
KOMISI V DPR RI TINJAU KAWASAN PERBATASAN DI NTT
Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur melakukan kunjungan kerja
selama empat hari ke Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk melihat lebih dekat
kondisi infrastruktur daerah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste
tersebut. “Pemantauan pembangunan wilayah di perbatasan sudah menjadi agenda
Komisi V DPR RI. Sebab, wilayah perbatasan adalah halaman depan NKRI sehingga
mutlak dilakukan pembenahan terutama di bidang infrastruktur” jelas Ketua Tim
Komisi V DPR RI, Akhmad Muqowam dihadapan Muspida Belu di Atambua, Jumat
(16/12).
Buruknya kondisi jalan nasional dan provinsi di Nusa Tenggara Timur,
membuat perbaikan jalan disana mendapat perhatian dan akan menjadi program
prioritas Komisi V DPR RI tahun 2006. Panjang jalan nasional
di NTT 1.273 km, dengan kondisi baik 1.016
km, kondisi sedang 227 km dan kondisi rusak 30 km. Sedangkan jalan provinsi
2.907 km dengan hampir 50 persennya atau 1.448 km dalam kondisi rusak. “Untuk
pemulihan jalan nasional tidak masalah karena dananya cukup, sedangkan untuk
jalan provinsi sangat sulit karena dana yang tersedia setiap tahunnya hanya
Rp30-40 milyar, padahal untuk mempertahankan kondisi jalan provinsi yang ada
diperlukan dana Rp134 milyar dengan konstruksi lapen.” Jelas Kepala Dinas
Kimpraswil Provinsi NTT, Pieter Djami Rebo.
Menurut Pieter, prioritas untuk segera diperbaiki adalah Jalan Lintas
Utara Flores yang merupakan jalan alternatif menuju Kabupaten Maumere,
Ende, Ngada, Manggarai dan Manggarai Barat. Kondisi ruas itu kata Pieter, 2
atau 3 minggu mendatang sudah tidak dapat dilewati kendaraan lagi. Pemkab
Manggarai tidak memiliki keamampuan untuk membiayai perbaikan jalan tersebut.
Josef A. Nae Soi, Anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar menilai selain
perbaikan jalan, infrastruktur pelabuhan juga perlu guna merangsang pertumbuhan
masyarakat NTT.
KAPET MBAY
Ketua Komisi V DPR-RI, Akhmad Muqowan mengungkapkan, pihaknya akan
merekomendasikan kepada pemerintah untuk membubarkan kawasan pengembangan
ekonomi terpadu (Kapet) Mbay mengingat masyarakat Ngada khususnya dan
masyarakat NTT umumnya tidak merasakan manfaatnya. Komisi menilai,
jika sudah dibubarkan maka akan dibentuk institusi baru yang berwawasan
kawasan. “Boleh dikatakan bahwa apa yang dibangun oleh kapet itu mubazir. Sehingga
anggota Komisi V menilai Kapet Mbay dibubarkan saja dulu. Lalu dibentuk
institusi baru yang berwawasan kawasan," kata Muqowam.
Rekomendasi pembubaran Kapet Mbay yang mendapat dukungan Bupati Ngada, Piet
Jos Nuwa Wea ini dilakukan setelah anggota Komisi V DPR-RI melakukan
kunjungan kerja ke Mbay, Kabupaten Ngada, Sabtu (17/12), untuk melihat dari
dekat pelaksanaan proyek yang didanai APBN itu. “Kami akan mengkritisi
pemerintah, sebab dari semua kapet tak ada laporan yang perspektif. Tidak ada
laporan yang cocok sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya. Semua
perencanaan tidak berjalan," tegasnya.
Karenanya, kata Muqowan, pemikiran bupati-bupati di Flores harus mengarah
ke sana. "Pengembangan kawasan regional itu sudah menjadi tuntutan
masyarakat Flores ke depan," ujarnya. Untuk mendukung pengembangan kawasan
regional itu, Komisi V DPR-RI akan memprioritaskan pembangunan perhubungan
darat, udara dan laut di Flores, serta ‘menjahit’ kembali sarana infrastruktur
yang ‘robek’ selama ini.
PKPS-BBM IP
Sementara itu Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS) BBM
bidang infrastruktur pedesaan (IP) di Desa Lasiana, Kota Kupang diakui Kepala
Satuan Kerja PKPS BBM Prpinsi NTT, Lens Messah mengalami terterlambatan di
dalam penyerapan dana, karena masalah kondisi geografis. 888 desa tertinggal
yang menerima bantuan, banyak yang terletak didaerah terpencil yang sulit
dijangkau. Selain itu kelangkaan bahan bangunan seperti semen juga
menjadi kendala lambatnya penyerapan dana PKPS BBM. Sehingga hingga akhir tahun
2005, masih ada 90 desa sasaran yang belum menerima bantuan dana.
Menurut Lens Messah, NTT merupakan penerima bantuan PKPS BBM Bidang
Infrastruktur Pedesaan paling besar di Indonesia. Desa terbanyak penerima
bantuan ini adalah Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor. Ketua organisasi
masyarakat Desa Lasiana, Mateos Mesak melaporkan, pihaknya bersama masyarakat
telah membangun saluran irigasi, sebuah jembatan, perkerasan jalan desa serta
bak penampungan air. Dari total bantuan senilai Rp 250 juta/desa yang baru
terserap baru 40 persen. “Kami berharap pemkot segera mencairkan bantuan tahap
dua hingga genap 100%,” katanya. Roberto anggota masyarakat Desa Oeltua
mengaku, adanya program PKPS BBM-IP membuat dirinya mendapatkan penghasilan
tambahan sebagai upah kerja mengerjakan program PKPS BBM, selama ini
penghasilannya didapat dari hasil bercocok tanam.
Bidang SDA
Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum NTT, Pieter Djamirebo di hadapan
rombongan Komisi V, mengusulkan beberapa program kerja untuk direspon anggota
dewan pusat. Program yang diusulkan diantaranya adalah pengembangan,
pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber air, pengendalian banjir dan
pengamanan pantai, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan
pengairan serta penyediaan dan pengelolaan air baku.
Pieter mengaku hambatan dan kendala di bidang sektor pengairan adalah
adanya UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dimana bantuan dari
pemerintah pusat jumlahnya sedikit. Sementara dana yang dimiliki provinsi tidak
memadai. Hal itu menjadikan pengelolaan irigasi yang dapat ditangani Provinsi
hanya 15 daerah irigasi dari 110 daerah irigasi yang ada. pengembangan irigasi
untuk tambak juga perlu menjadi perhatian karena akan sangat menunjang ekonomi
rakyat setempat.
Pihaknya mengusulkan adanya tambahan Dana Alokasi Khusus untuk Irigasi
provinsi . Selain itu, pembangunan embung dan waduk untuk konservasi air
menjadi prioritas, khususnya di wilayah yang tandus serta penanganan pantai di
NTT yang kondisinya kritis serta peningkatan dan pemberdayaan P3A. Kendala
lainnya adalah terjadinya banjir di musim hujan dan kekeringan disaat musim
kemarau. Dibutuhkan setidaknya 500 buah pompa air portable guna mengatasi
kekeringan. (ewi )
Komentar
Posting Komentar